Menurut Almarhum Prof Tjip Pekerjaan
polisi sulit diatur hukum karena bergelimang interaksi dengan manusia dan
masyarakat. Beliau menyebut karakteristik polisi sebagai “penegak hukum
jalanan”. Polisi berbeda dari jaksa dan hakim yang saya sebut sebagai “penegak
hukum gedongan”. Polisi adalah petugas (officer) lapangan, bekerja “tanpa
sarung tangan” dan “tidak di belakang loket”, berada langsung di tengah orang
baik atau jahat. Maka, risiko polisi dikalungi celurit lebih besar daripada
jaksa dan hakim. Namun, bahaya itu sudah menjadi bagian risiko pekerjaan
polisi. Di Amerika Serikat, jika seorang polisi berpamitan kepada istrinya
untuk berangkat bekerja, itu menjadi pertanda salam perpisahan selamanya.
Seorang polisi yang melihat orang miskin, kurus, dekil, melakukan kejahatan
kecil, mungkin akan membiarkannya pergi, bahkan memberinya uang. Mungkin ia
berpikir, mengapa orang ini harus kesulitan mencari makan, sedangkan
di tempat
lain orang berpesta dalam kemewahan dan bergelimang uang. Maka, bagi polisi,
menjalankan hukum pidana tidak seperti menarik garis lurus antara dua titik,
tetapi dapat penuh pergulatan sosiologis dan kemanusiaan Karena itu, secara
agak dramatis kita boleh mengatakan, sebagian “nasib Indonesia” dan negara
hukum Indonesia terletak di tangan polisi. Itu sebabnya saya mengatakan, polisi
memiliki peluang paling besar untuk menjadi penegak hukum progresif. Hukum menyediakan
banyak peluang agar polisi dapat menjadi pahlawan bagi bangsanya, dengan
bertindak progresif, membuat pilihan-pilihan tepat dalam pekerjaannya. Namun,
peluang itu juga dapat menjerumuskan polisi ke jurang “kenistaan”, dengan
menjadi polisi korup, suka melakukan kekerasan, pelecehan (harassment) sehingga
menjadikan hidup di Indonesia tidak nyaman. Maka kepada semua polisi di
Indonesia, Anda “ditantang”, apakah akan menjadi pahlawan atau pembuat sengsara
dan beban kehidupan bangsanya.Polisi akan terus dibunuh sepanjang ada panggilan
tugas atau investigasi terhadap perilaku mencurigakan. Sebagaimana dicatat oleh
Meyer et al. (1986), tidak ada banyak bukti yang mengindikasikan bahwa jumlah
kematian polisi akan berkurang di masa-masa mendatang. Oleh karena itu, cara
terbaik untuk mencegah pembunuhan polisi adalah dengan memperbaiki komunikasi
atas informasi yang relevan bagi polisi, meningkatkan kesadaraan polisi akan
situasi kemungkinan penyerangan, dan melatih polisi agar lebih memahami
dinamika situasi penyerangan. Sayangnya, cara terbaik yang dapat dilakukan
adalah meningkatkan kemampuan polisi untuk bertahan terhadap suatu penyerangan
karena sangat sulit untuk mengurangi kemungkinan serangan.
Bila sekedar mendengar,saya akan
lupa .Setelah saya melihat,barulah saya mengingat Dan setelah mengerjakan
,barulah saya bisa memahami ….Bila bukan sebagai bentuk apresiasi, berita
tewasnya anggota reserse dalam menjalankan tugas pasti dimunculkan bukan
sebagai berita utama. Pasalnya hal itu bisa dianggap sebagai berita biasa dan
publik sudah sangat memahami bahwa risiko dari tugas seorang reserse adalah
tewas dalam tugas. Menjadi seorang reserse, sudah ditanamkan resiko tugasnya,
ibaratnya kalau salah melangkah kaki kiri masuk kuburan kaki kanan masuk
penjara.
Minded reserse ibaratnya adalah
menempatkan satu kaki di kuburan dan satu di penjara. Adagium ini sudah menyatu
dalam jiwa anggota reserse. Mau tidak mau ia harus sadar bahwa tugas yang
dihadapi adalah sebagai crime hunter atau pemburu kejahatan. Ia berhadapan
dengan pelaku kejahatan, dari penjahat kelas teri hingga kelas kakap. Ia harus
siap berduel secara fisik dengan penjahat yang sudah nekat untuk mati. Ia harus
sangat siap untuk mengorbankan satu-satunya nyawa.
Di sisi lain, apabila dalam proses
penangkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya terjadi kesalahan formal
ataupun material, ia harus siap digugat di pengadilan dan
mempertanggungjawabkannya di depan sidang disiplin, kode etik, sampai pada
sidang peradilan umum yang bisa mengantarkannya ke penjara. Ada dua pilihan
risiko yang selalu membayangi setiap langkah seorang reserse. Proses memburu
kejahatan, meski sering dikisahkan dalam film ataupun cerita fiksi, menjadi
sebuah gambaran betapa reserse adalah bidang profesi yang penuh risiko.
Karena itu, seorang reserse tidak
lagi terikat dengan uniform dalam keseharian, performance atau penampilannya.
Ia harus menyatu dengan lingkungan buruannya berada. Bukan kisah aneh bila
dalam sebuah penangkapan penjahat, ada anggota reserse yang menyamar sebagai pemulung,
tukang becak, sopir, penjual sate, dan beragam pekerjaan lain untuk mengaburkan
kecurigaan.
Ia harus bisa mengamuflasekan diri
untuk waktu yang kadang harus ditempuh berhari-hari. Tunjangan Khusus
Lebih-lebih reserse pada bidang tugas atau unit Kejahatan dan Kekerasan
(Jatanras). Bisa terbayang bagaimana keseharian tugas yang dihadapinya, yaitu
kekerasan. Senjata revolver, borgol dan sejenisnya, menjadi pegangan utamanya.
Senjata tersebut digunakan untuk
pertahanan diri atau menyelamatkan orang lain. Sifat dasar manusia yang ingin
bebas, menjadi hal dominan pada diri penjahat ketika akan ditangkap. Maka lewat
seribu cara pula ia akan berusaha melepaskan diri dari kepungan petugas
reserse. Ia akan memberikan perlawanan, kalau perlu menembak, membacok ataupun
merebut senjata petugas. Sebuah lingkungan kerja yang membutuhkan nyali dan
jiwa pengabdian yang tinggi.
Bagaimana negara memberikan
ìimbalanî atas kerja mereka? Para reserse mendapat gaji sama dengan gaji polisi
lain. Yang membedakan adalah jenis pangkat, masa kerja, dan golongannya. Secara
khusus negara belum memberikan tunjangan khusus terhadap mereka, bahkan
asuransi pun tidak menyentuh mereka. Padahal, terhadap profesi dengan risiko
tinggi, diperlukan jaminan-jaminan tersebut. Pada sisi lain, acapkali secara
kelembagaan reserse dipandang sebagai fungsi kepolisian yang paling banyak mendapat
pengaduan dari masyarakat.
Hal ini terkait dengan perilaku
oknum reserse yang berorientasi ekonomi (economic oriented) dalam tugasnya. Ia
memanfaatkan lembaganya untuk keuntungan pribadi dengan dalih untuk mendukung
operasional kegiatan mereka. Sudah saatnya negara memberikan ruang
kesejahteraan dengan memberikan tunjangan khusus, perlindungan hukum sampai
pada perlindungan jiwa mereka dalam sebuah asuransi yang memberikan suatu
kepastian dan ketenangan dalam bertugas.
Upaya itu supaya di tengah-tengah
menjalankan tugas yang penuh risiko, seorang reserse tidak terecoki oleh
hal-hal yang bisa mengganggu konsentrasi mereka menangkap penjahat dalam
kondisi apa pun.
NASIB BURUK AKAN DIANGGAP RESIKO TUGAS OLEH PIMPINAN, NAMUN
JIKALAU BERHASIL SEMUA AKAN BERKATA ITU ANGGOTA SAYA
sumber: daenglira.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar